Mencintai Rasa Sakit

Oktober 25, 2019





“Saya menyukai rasa sakit, saya mencintainya,” Tegas Davidson.

Ini salah satu pengakuan dari wanita bertindik terbanyak di dunia, dengan total 6.005 tindik di badannya, pernyataan ini yang membuat mata saya tercengang. Bagaimana seorang manusia yang lahir dari rasa cinta yang menyenangkan bisa “mencintai rasa sakit”.

ini memang terdengar sinting bagi semua orang. Satu persatu orang akan menganggap perilaku itu suatu ketidak wajaran dan abnormal. Jelas. Orang mana yang dengan senang hati tubuhnya disakiti. Bahkan ini dilakukan dengan kesadaran dan keinginan pribadi. Hanya orang gila yang melakukannya. Ini dunia guys.. semua orang didunia mencari kesenangan dan kebahagiaan, bukan mencari kesedihan dan kesakitan. Jadi sudah jelaskan, bahwa yang dilakukan Elaine Davidson itu gila? Laknat? Kutukan?

Eitsss Bentar dulu…

Mengutuk, melaknat dan menjustice seseorang atau kejadian hanya akan menutup pikiran kita untuk menggali samudra hikmah.

Dari kecil sampai sekarang saya masih meyakini, “bahwa dari orang terburuk atau kejadian terburuk pun selalu ada hal baik yang bisa dipelajari”  itulah kenapa kita oleh Tuhan tidak diberi wewenang untuk mengutuk dan melaknak siapapun kaum. Kecuali kau ingin magang menjadi Tuhan. Hauehuehuehuehu

Fakta yang harus sama-sama kita amini adalah, bahwa semua manusia pasti ingin menjalani kehidupan yang bahagia dan sedikit kesedihan dan rasa sakit. Tapi adakah manusia yang rela menjalani kehidupanya dengan menerima rasa sakit. toh Rasa tu juga tuhan yang menciptakan, dan sudah selayaknya setiap cintaan Tuhan harus kita terima kehadirannya. Kemudian timbul pertanyaan di benak pembaca:

Lalu kau menyetujui apa yang dilakuan Davidson itu? Apakah bagimu itu perbuatan yang normal? Atau perbuatan yang dibenarkan? Apakah bagimu itu sikap yang tepat untuk menjalani kehidupan? Dengan mencintai rasa sakit?

Tunggu dulu. Mari berpikir dengan jernih. Tanpa bakar-bakar ban, poster-poster unjuk rasa, dan juga teriakan-teriakan dengan tangan terkepal.

Begini. Saya beragama Islam, agama saya mengajarkan boleh memakai perhiasan, asalkan tidak berlebihan. Agama saya mencintai keindahan, bukan mencintai keanehan. Dari segi perilaku saya tidak mensetujui. Tapi lihatlah sisi lain. Gali lah samudara hikmahnya. Siapa yang berani memasang sugesti “mencintai rasa sakit” pada dirinya sendiri. Lihatlah sisi psikologisnya, ia benar-benar mengendalikan perasaan dan kediriannya. Dia benar-benar telah menjadi pengendali atas rasa yang muncul atas dirinya sendiri.

Ini yang perlu digaris bawahi, “tak semua orang bisa menerima rasa sakit yang ia alami, entah itu rasa sakit karena penyakit, rasa sakit yang timbul dari hubungan, diputus pacara misalnya. Rasa sakit karena gagal meraih pekerjaan yang diimpikan, rasa sakit akibat tak kunjung punya harapan hidup sukses, rasa sakit akibat anak yang jadi begundal, rasa sakit karena di PHK. Atau apapun.

saya bisa seharian, kalau menulis semua sebab “rasa sakit”.

berarti, jika ingin berdamai dengan rasa sakit kau harus menindik semua bagian tubuhmu?

Heiii… spesies macam apa yang punya kesimpulan konyol seperti itu?

Begini. Tak semua orang punya kendali yang hebat saat dihadapkan dengan berbagai macam rasa sakit, dengan sebab yang macam-macam. Dari mulai rasa sakit yang timbul dari hal-hal sepele; chat yang tak kunjung dibalas misalnya, atau rasa sakit yang hipper, anakmu pesta narkoba misalnya. Tak sedikit orang yang depresi hanya karna rasa sakit memilih mengakhiri rasa sakitnya dengan mengakhiri juga hidupnya, atau mengakhiri hidup orang lain. Perhatikan berita yang tersiar dibanyak stasiun tv, betapa banyak orang yang melakukan pembunuhan didasari karena “sakit hati” atau “sakit pikir”.

Belajar dari Davidson—meski saya tak setuju dengan gaya hidupnya. Tapi saya mengilhami apa yang menjadi keberaniannya. Untuk mencintai rasa sakit. Pandangan sementara saya, ketika seseorang sudah berani mencintai rasa sakit, dan ia sudah terbiasa menerimanya dengan lapang dada, betapa lebih beraninya lagi kalau nanti ia menjumpai “rasa senang”. Sebab tak dapat dipungkiri bahwa hidup dibangun dengan dua siklus itu. Terkadang senang dan terkadang sakit. terkadang senang terkadang kecewa, terkadang gampang terkadang susah. Dan bukankah sebagai manusia kita harus menerima semua rasa itu dengan lapang dada, atau bahkan kita bisa mencintai keduanya, sebagai bentuk rasa takjub kita terhadap penciptaan Tuhan yang  maha.

Barangkali bila kita hanya ingin merasa senang dan bahagia, dan itu dikabulkan oleh Tuhan. Lalu dimana letak keasyikan hidup, dimana letak pedewasaan manusia, dimana bedanya manusia dan malaikat. Barangkali kedua rasa itu diciptakan agar manusia bisa menjadi manusia yang seutuhnya.


You Might Also Like

0 komentar

Sederhanalah Sejak dalam Pikiran!

Malam itu, aku sempat bertanya pada ibu "apakah ibu dan bapak menginginkan dicarikan mobil untuk a...

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images