“Saya menyukai rasa sakit, saya mencintainya,” Tegas
Davidson.
Ini salah satu pengakuan dari wanita bertindik terbanyak di
dunia, dengan total 6.005 tindik di badannya, pernyataan ini yang membuat mata
saya tercengang. Bagaimana seorang manusia yang lahir dari rasa cinta yang
menyenangkan bisa “mencintai rasa sakit”.
ini memang terdengar sinting bagi semua orang. Satu persatu
orang akan menganggap perilaku itu suatu ketidak wajaran dan abnormal. Jelas.
Orang mana yang dengan senang hati tubuhnya disakiti. Bahkan ini dilakukan
dengan kesadaran dan keinginan pribadi. Hanya orang gila yang melakukannya. Ini
dunia guys.. semua orang didunia mencari kesenangan dan kebahagiaan, bukan
mencari kesedihan dan kesakitan. Jadi sudah jelaskan, bahwa yang dilakukan
Elaine Davidson itu gila? Laknat? Kutukan?
Eitsss Bentar dulu…
Mengutuk, melaknat dan menjustice seseorang
atau kejadian hanya akan menutup pikiran kita untuk menggali samudra hikmah.
Dari kecil sampai sekarang saya masih meyakini, “bahwa
dari orang terburuk atau kejadian terburuk pun selalu ada hal baik yang bisa
dipelajari” itulah kenapa kita
oleh Tuhan tidak diberi wewenang untuk mengutuk dan melaknak siapapun kaum.
Kecuali kau ingin magang menjadi Tuhan. Hauehuehuehuehu
Fakta yang harus sama-sama kita amini adalah, bahwa semua
manusia pasti ingin menjalani kehidupan yang bahagia dan sedikit kesedihan dan
rasa sakit. Tapi adakah manusia yang rela menjalani kehidupanya dengan menerima
rasa sakit. toh Rasa tu juga tuhan yang menciptakan, dan sudah selayaknya
setiap cintaan Tuhan harus kita terima kehadirannya. Kemudian timbul pertanyaan
di benak pembaca:
Lalu kau menyetujui apa yang dilakuan Davidson
itu? Apakah bagimu itu perbuatan yang normal? Atau perbuatan yang dibenarkan?
Apakah bagimu itu sikap yang tepat untuk menjalani kehidupan? Dengan mencintai
rasa sakit?
Tunggu dulu. Mari berpikir dengan jernih. Tanpa bakar-bakar
ban, poster-poster unjuk rasa, dan juga teriakan-teriakan dengan tangan
terkepal.
Begini. Saya beragama Islam, agama saya mengajarkan boleh
memakai perhiasan, asalkan tidak berlebihan. Agama saya mencintai keindahan,
bukan mencintai keanehan. Dari segi perilaku saya tidak mensetujui. Tapi
lihatlah sisi lain. Gali lah samudara hikmahnya. Siapa yang berani memasang sugesti
“mencintai rasa sakit” pada dirinya sendiri. Lihatlah sisi psikologisnya, ia
benar-benar mengendalikan perasaan dan kediriannya. Dia benar-benar telah
menjadi pengendali atas rasa yang muncul atas dirinya sendiri.
Ini yang perlu digaris bawahi, “tak semua orang bisa
menerima rasa sakit yang ia alami, entah itu rasa sakit karena penyakit, rasa
sakit yang timbul dari hubungan, diputus pacara misalnya. Rasa sakit karena
gagal meraih pekerjaan yang diimpikan, rasa sakit akibat tak kunjung punya
harapan hidup sukses, rasa sakit akibat anak yang jadi begundal, rasa sakit
karena di PHK. Atau apapun.
saya bisa seharian, kalau menulis semua sebab “rasa sakit”.
berarti, jika ingin berdamai dengan rasa sakit
kau harus menindik semua bagian tubuhmu?
Heiii… spesies macam apa yang punya kesimpulan konyol
seperti itu?
Begini. Tak semua orang punya kendali yang hebat saat
dihadapkan dengan berbagai macam rasa sakit, dengan sebab yang macam-macam.
Dari mulai rasa sakit yang timbul dari hal-hal sepele; chat yang tak kunjung
dibalas misalnya, atau rasa sakit yang hipper, anakmu pesta narkoba misalnya.
Tak sedikit orang yang depresi hanya karna rasa sakit memilih mengakhiri rasa
sakitnya dengan mengakhiri juga hidupnya, atau mengakhiri hidup orang lain.
Perhatikan berita yang tersiar dibanyak stasiun tv, betapa banyak orang yang
melakukan pembunuhan didasari karena “sakit hati” atau “sakit pikir”.
Belajar dari Davidson—meski saya tak setuju dengan gaya
hidupnya. Tapi saya mengilhami apa yang menjadi keberaniannya. Untuk mencintai
rasa sakit. Pandangan sementara saya, ketika seseorang sudah berani mencintai
rasa sakit, dan ia sudah terbiasa menerimanya dengan lapang dada, betapa lebih
beraninya lagi kalau nanti ia menjumpai “rasa senang”. Sebab tak dapat
dipungkiri bahwa hidup dibangun dengan dua siklus itu. Terkadang senang dan
terkadang sakit. terkadang senang terkadang kecewa, terkadang gampang terkadang
susah. Dan bukankah sebagai manusia kita harus menerima semua rasa itu dengan
lapang dada, atau bahkan kita bisa mencintai keduanya, sebagai bentuk rasa
takjub kita terhadap penciptaan Tuhan yang
maha.
Barangkali bila kita hanya ingin merasa senang dan bahagia,
dan itu dikabulkan oleh Tuhan. Lalu dimana letak keasyikan hidup, dimana letak
pedewasaan manusia, dimana bedanya manusia dan malaikat. Barangkali
kedua rasa itu diciptakan agar manusia bisa menjadi manusia yang seutuhnya.