SENSE OF LIVE

Oktober 05, 2019



           Ini tulisan pertama yang saya buat di blog priadiku ini. Sebelumnya saya sempat menulis kegelisahan-kegelisahan hati saya di berbagai macam media, baik di media online maupun media cetak. Tapi saya rasa, ketika saya menulis kegelisahan ataupun pemikiran saya di media cetak maupun online, saya sangat amat terbatasi oleh frame dan aturan-aturan media tersebut. baik soal panjangnya tulisan, maupun tema yang bisa ditulis. 


         Itu kemudian menjadi kegelisahan selanjutnya. Sebab saya adalah tipikal orang yang selalu ingin menyuarakan sesuatu. Nah, sejauh ini hanya lewat tulisanlah suara saya bisa didengar. Sebab saya bukan mubalig yang bisa menyuarakan pikiran-pikiran saya kejama’ah-jama’ahnya, saya juga bukan dosen yang bisa berbagi pemikiran dengan mahasiswanya, saya juga bukan petinggi organisasi yang bisa berdiskusi apapun dengan anggotanya. Jika saya memaksa menyuarkan apa yang menjadi pemikiran saya itu hanya membuat mereka merasa saya terlalu narsistik dan ingin dianggap sok ini sok itu.

        Setelah saya renungkan kembali, saya perlu untuk menyuarakan apa yang ada di dalam pikiran saya secara bebas. Dan saya yakin, saya akan merasa lebih hidup ketika melakukan itu. Saya menyebutnya ini “sense of life” sebuah titik dimana saya akan merasa menemukan “hidup yang lebih hidup”. Ya dengan jalan tulisan, untuk menyarakan pemikiran. Sebebas mungkin. Tanpa ada aturan media, tanpa ada aturan tema. Jadi inilah jalan ninjaku. Aku ingin menyurakannya lewat blog ini. 

          Flash back. Sekilas tentang hidup saya dulu. Saya sering merasa jiwa yang kering, hidup yang monoton, dan hati yang kosong, tepatnya saat semuruan masa putih abu-abu. Saat itu, saya kekurangan teman yang bisa diajak ngobrol sana-kemari soal pemikiran dan perenungan hidup. Teman saya kebanyakan akan lebih memilih topik yang berhubungan dengan hal-hal bucin (bocah cinta), game atau hal-hal porno. Tak banyak yang memilih topic, pemikiran, politik, ataupun pengetahuan. 

            Sebab, tidak terlalu banyak teman yang searus dengan saya. Kemudian saya memilih menyuarakan apa yang saya pikirkan itu di facebook. Saat itu facebook masih hangat-hangatnya. Dan saat itu facebook kususnya dilingkungan pertemanan saya hanya dimanfaatkan buat posting status-status singkat dan terkesan alay. Atau juga Cuma dimanfaatkan untuk spik sana spik sini. Mencari gebetan lewat perangai facebook.

         Saya melihat fenomena itu agak berbeda, saya lebih memilih untuk menumpahkan apa yang saya renungkan di dinding facebook tersebut. saya senang mendapat  ”pemberitahuan” berupa komentar dan tanggapan atas tulisan-tulisan status saya perangai fb itu. Sayangnya, sosialita saya bukan sekumpulan orang yang senang berbagi pemikiran lewat tulisan. Hingga mereka kebanyakan Cuma berkomentar seperti ini “bikin status puanjang kaya jalan tol”, “kurang kerjaan ya lu tong”, “itu status atau Koran”, bahkan yang lebih parah bisa begini “lu ngerti apa, “bocah seumur jagung yang sok tau”. Ada juga kerabat jauh yang khawatir, sampai bilang “kamu lagi ada masalah apa dek”, “kamu habis ikut aliran apa?”, “kamu depresi ya? atau patah hati?” ahhahahhahah. Lucunya sosalita.

           Tapi itu tak semua, untung saja satu dua butir orang masih ada yang berkomentar positif, meberikan emoticon jempol. Sebenarnya saya dulu ingin memancing tanggapan publik terdekat saya dengan diskusi yang sehat. Tapi apa daya mungkin saya dulu kurang memabca situasi.

          Benar, membaca situasi. Jadi begini, sosialita sekeliling saya bukan bangsa akedemisi, bukan juga pemilik pendidikan tinggi, bukan para pegiat organisasi, bukan pula kaum religi. Mereka adalah bangsa pekerja yang menghabiskan waktunya dari terbit fajar sampai terbenam matahari untuk mencari uang, mereka ialah bangsa penunggu gardu desa, yang menikmati masa muda dengan jaduman ngalor ngidul di gardu desa. dan para pengunjung orkes-orkes dangdut yang rela berbondong-bondong mendatangi sumber suara musik beralunan dangdut yang membara. 

         Jadi bukan menjadi preverensi mereka untuk berminat menanggapi lemparan umpan bahan diskusi. Kecuali mereka berkomentar seperti yang diatas. Jadi saat itu keingianan saya sebenarnya sudah saya ketahui, hanya saja kondisi sosial yang kurang saya ketahui.

           Maka dengan personal blog ini saya Cuma ingin berbagi apa yang terlintas dan menjadi gagasan dipikiran. Untuk obrolan yang lebih personal, tanpa frame media, tanpa aturan tema, tanpa aturan jumlah kata. Mari berkarya, mari berbagi, mari menginspirasi! 



10/4/19 Wasis Zagara



You Might Also Like

0 komentar

Sederhanalah Sejak dalam Pikiran!

Malam itu, aku sempat bertanya pada ibu "apakah ibu dan bapak menginginkan dicarikan mobil untuk a...

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images