MEMUTAR BALIKAN KEKALAHAN

Januari 29, 2020




Aku baru saja selesai membaca ulasan sebuah buku berjudul  David and Goliath: Underdog, Misfits, And the Art Of Battling Giant. Sebenarnya aku ingin membaca secara utuh isi dari buku ini, langsung dari bukunya. Tapi untuk membeli bukunya, nampaknya aku harus menukarnya dengan jatah makan dan ngopi, dan bulan ini bukan waktu yang tepat untuk acara tukar-menukar apapun. Badanku butuh energi makro, logikaku butuh logistik untuk menunjang tugas akhir perkuliahan. Tapi sudahlah, kita tidak sedang membahas tentang dilema dan paradox seperti ini. Kita sedang membahas kisah yang besar, kisah yang bukan menye-menye. Oke jadi kembali ke jantung pembahasan.
Buku besutan Malcolm Gladwell ini bercerita mengenai bagaimana Paradigma dan dunia bekerja. Aku menyukai ulasan buku ini, sebab sepertinya buku ini akan melawan paradigma dan stereotip yang berkembang di masyarakat. Dan, aku lebih suka perlawanan dari pada hanyut terbawa arus.
Pada salah satu ceritanya Gladwell memberikan pandangan yang berbeda atas kemenangan Daud (seorang gembala bertubuh kecil) melawan Goliath (sang pendekar raksasa ulung dari Filistin). Menurup konsep masyarakat umum Daud ialah tipikal orang yang diluputi dengan berbagai macam kekurangan jika dibandingkan dengan Goliath (lawannya) . pertama, tubuhnya kecil. Kedua, Daud tidak memiliki kelengkapan untuk bertempur. Ketiga, pengalaman berperang Daud miskin maksimal alias Nihil. Coba bandingkan dengan Goliath, menurut konsep masyarakat ia memiliki berbagai keunggulan. Dia adalah  seorang raksasa yang kuat, kelengkapan perangnya sungguh mumpuni untuk berduel dengan siapapun. Belum lagi pengalaman berperangnya tak terbantahkan. Dengan fakta mencengangkan seperti itu, tak ayal membuat rakyat Israel tak ada yang berani maju melawannya, kecual Daud.
            Umumnya masyarakat akan memandang kemenangan itu sebagai keajaiban, mukjizat, miracle. Tapi tidak dengan Gladwell, sebab penulis selalu punya cara berpikir yang berbeda untuk memandang dunia. Itulah sebabnya saya senang berdialog dengan penulis, baik melalui perangai karyanya maupun dialog langsung dengannya.
Gladwell memandang kemenangan Daud adalah sebuah kewajaran. Justru Daud yang dirundung kekurangan memiliki keunggulan besar dibanding Goliath yang Ampuh mandra guna. Sebab ternyata Goliath bertumbuh besar disebabkan karena kondisi yang tidak normal didalam tubuhnya, dan ini berimbas pada penglihatannya yang kabur. Belum lagi persenjataan yang lengkap justru malah mebuat Sang Goliath tak mampu bergerak lincah. Hal ini yang kemudian menjadi celah besar yang disadari betul oleh Daud. Sebab, Daud yang bertubuh kecil dan cungkring, tanpa persenjataan yang memadai bisa bergerak lincah hingga menumpaskan Sang Raksasa yang katanya kuat dan tak terkalahkan itu.
Dari cerita ini aku teringat pada seorang teman yang baru aku temui beberapa hari yang lalu. Ia seorang yang Tunanetra. Penglihatannya tak berfungsi sejak mengalami kecelakaan ketika bermain layang-layang. Ketika ujung kepala layang-layang itu menabrak matanya, penglihatanya menjadi kabur, dan lama kelamaan syarafnya melemah, hingga membuatnya buta permanen. Begitu tuturnya.
Tapi setelah mendapati cerita ini aku menjadi yakin, bahwa kekurangan adalah kelebihan besar bagi beberapa orang yang sadar. Kisah ini nyata, aku melihat sendiri, bahwa dia mampu menghafal ayat-ayat Al-Qur’an lebih cepat dari orang yang normal penglihatannya. Ia Cuma mendengarkan satu kali, lalu  mengulangi tiga kali, dan boom! hapal seketika. Memang ini tak lepas dari kuasa Tuhan. Tapi di lain sisi, dalam kehidupan, seperti cerita Gladwell, bahwa hidup yang dirundung kekurangan justru menjadi persenjataan paling ampuh pada titik tertentu. Pandangan Gladwell ini melawan paradigma masyarakat secara umum. mari kita lihat dari contoh lain. misalnya, memilki keluarga yang utuh dan ayem tentrem, gemah ripah  lohjinawi adalah keberuntungan paling beruntung dalam konsep keberuntungan masyarakat umum. sedangkan dilahirkan dengan takdir keluarga yang broken home adalah kesialan paling sial diantara konsep kesialan di mata masyarakat. Tapi coba kita putar balikan konsep, kita tabrak konsep masyarakat, kita buat sendiri konsep yang menguntungkan diri kita. agar tidak pesimis dan gampang rapuh. Bahwa kekurangan apapun, pada suatu titik adalah persenjataan paling ampuh untuk memengankan hidup yang diamanatkan Tuhan.
Tentu tulisan ini bukan untuk mengatakan bahwa broken home itu baik, bahwa kegagalan itu benar, bahwa keluarga utuh itu kesalahan. Bukan, benar-benar bukan.  Ketika dalam kondisi yang normal-normal saja cobalah untuk tidak lengah seperti Goliath, yang jumawa akan kelebihannya dan berakibat kekalahan yang fatal. Tetaplah bersyukur, dan cara bersyukur yang paling tepat adalah meningkatkan kualitas diri, keluarga dan cara berpikir. Ketika dalam kondisi yang dirundung pilu, seperti diliputi kekurangan, keluarga yang berantakan, tubuh yang cacat secara fisik, kegemukan, kekurusan, hidup yang terombang-ambing, hubungan yang kandas ditengah jalan, atau apaun yang umumnya masyarakat memandangnya sebagai kekurangan, maka cobalah tetap dengan semangat membara seperti Daud. Menghadapi apapun dengan keberanian.  Hingga kita menemukan titik dimana kekeurangan itu malah menjadi persenjataan ampuh untuk memutar balikan kekalahan.

~ Wasis Zagara
   29/1/2020

You Might Also Like

0 komentar

Sederhanalah Sejak dalam Pikiran!

Malam itu, aku sempat bertanya pada ibu "apakah ibu dan bapak menginginkan dicarikan mobil untuk a...

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images